Pemberian subsidi BBM selama ini sangat kurang tepat
sasaran. Subsidi tersebut lebih banyak dinikmati oleh kelompok yang tidak
berhak yaitu masyarakat menengah ke atas
yang notabene masih sangat mampu untuk membeli BBM nonsubsidi. Di lain sisi, kesulitan
menurunkan subsidi BBM mengalami pertentangan yang cukup tinggi apakah dengan
menaikkan harga eceran BBM atau memberikan subsidi kepada yang berhak. Hal ini
karena, ketika adanya kenaikan harga minyak internsional tanpa diiringi perubahan
kebijakan subsidi BBM, akan semakin menambah berat beban anggaran pemerintah.
Bila harga BBM tidak dinaikkan, maka akan membatasi gerak pemerintah dalam
mengalokasikan belanja diluar subsidi BBM. Namun jika harga dinaikkan, akan
memberatkan beban masyarakat terutama masyarakat miskin yang selalu terkena
dampak luar biasa akibat perubahan kebijakan tersebut.
Dengan demikian, apakah penghapusan
subsidi BBM merupakan langkah akhir dan satu-satunya? Seharusnya penurunan atau
bahkan penghapusan subsidi BBM mendorong peningkatan produksi BBM, menyetir
ekspor BBM dan pada akhirnya penambahan anggaran pemerintah dalam bentuk
penerimaan migas berupa pajak (PPh & PNPB). Namun fakta yang ada
menunjukkan lain, dalam memenuhi kebutuhan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, produksi di dalam negeri mengalami penurunan dan sebaliknya peningkatan
impor BBM mengalami peningkatan.Selain itu, dalam pemasukan untuk produksi BBM
di dalam negeri harus dipenuhi melalui impor yang mengakibatkan melangitnya
biaya produksi.Keadaan ini juga diperburuk dengan kebijakan price selling atau harga maksimum yang
dikenakan oleh pemerintah terhadap BBM dalam negeri.
UUD 1945 pasal 33 secara tidak
langsung mengelompokkan BBM sebagai salah satu
kekayaan alam yang wajib dikuasai oleh negara dan harus dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Meski kenyataannya tidak secara penuh
dikuasai oleh negara karena minimnya sumber daya manusia yang memadai dalam
pengelolaan produksi, penghapusan subsidi BBM perlu di kaji lebih rutin dan
dalam lagi. Pada dasarnya kebijakan penurunan (dalam hal ini bukanlah
pencabutan) subsidi BBM masih dapat direalisasi asalkan tidak dilakukan secara
menyeluruh namun melainkan memilah-milah jenis BBM mana yang perlu diturunkan
subsidinya dan daerah atau wilayah Indonesia bagian mana yang mengalami
kebijakan penurunan ini. Sepertinya yang terjadi di daerah Jakarta dimana mayoritas ditempati oleh
masyarakat menengah dan menengah ke atas, subsidi BBM tidak begitu terlalu
diutamakan. Selain itu, pengalihan anggaran subsidi BBM ke anggaran
infrastruktur bukanlah merupakan langkah yang tepat. Di wilayah perkotaan
seperti ini dimana lingkungan dan gaya hidup semakin hari semakin buruk
mengelilingi masyarakat tanpa pandang bulu, subsidi kesehatan lah yang sangat
dibutuhkan.